Sabtu, 16 Julai 2011

HAKIKAT KAYA

*** Bismillahirrahmanirrahim *** 
***Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang***
Di kehidupan modern saat ini, tak sedikit orang yang ingin kaya dengan cara berutang. Mereka memulai usaha atau membangun bisnisnya dengan modal pinjaman, baik dari bank maupun pihak lain. Dengan berpijak pada utang inilah mereka mengejar mimpi-mimpinya  mencari harta kekayaan, meraih kemewahan. Ya, inilah gaya hidup masyarakat di era globalisasi. Budaya materialisme telah merasuk jiwa kita.
Menurut Islam, seseorang itu tidak dianggap kaya hanya dengan memiliki harta yang banyak. Sebab, hakikat kaya yang sesungguhnya adlah KAYA HATI. Rasulullah SAW dalam sebuah Hadis mengatakan, “Kekayaan bukanlah karena banyaknya harta, tetapi kekayaan itu ialah karena kayanya jiwa.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim).
Orang yang kaya hati memiliki jiwa dan hati yang jauh lebih mulia daripada hartanya itu. Dengan kata lain, seseorang itu belum dianggap kaya jika ia tidak dapat menyeimbangkan kekayaan material dengan kekayaan spiritualnya, yang berlandaskan kepada nilai-nilai Islam.
Sebaliknya, orang yang hanya kaya dari segi lahir saja, tetapi hatinya miskin-penuh dengan perasaan rakus, dengki, iri, khianat, sombong, ujub, bakhil, dan sebagainya-kekayaan yang dimilikinya itu tidak ada gunanya. Sebab kekayaan itu tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain, tidak dapat memberi faedah kepada anggota masyarakat yang fakir dan miskin. Hartanya hanya untuk dirinya sendiri. Tidak untuk orang lain. Perilaku seperti ini bertentangan dengan semangat Islam. Sebab dalam harta dan kekayaan yang kita miliki, terdapat hak-hak untuk orang lain, yang fakir dan miskin.
Karena itulah perintah mendirikan shalat selalu diikuti dengan perintah mendirikan zakat. Ini bermakna zakat dan shalat tidak dapat dipisahkan. Dengan begitu orang yang kaya tetapi tidak bersedekah dan membayar zakat, mereka tidak memberi manfaat di sisi Islam. Bahkan saat Abu Bakar Asshiddiq RA menjadi khalifah, ia memerintahkan untuk memerangi orang-orang Islam yang tidak mau membayar zakat, walaupun ia mendirikan shalat.
Orang-orang yang diselimuti dengan sifat mulia, seperti lemah lembut terhadap sesama, suka menolong, tenang dan berpuas hati dengan apa yang dimiliki, dan tidak memiliki sifat-sifat hati yang tercela seperti sombong, tinggi hati, dan sebagainya, merekalah sebenarnya yang termasuk golongan orang-orang yang kaya. Orang-orang yang tidak memerlukan pujian. Juga tidak bergantung pada orang lain. Hati dan jiwa yang dapat mengecap kebahagiaan dan ketenangan dunia akhirat.
Selama hati dan perasaan belum puas, selama itulah ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki tidak akan diperoleh. Mereka yang jiwanya tinggi dan mulia senantiasa merasa kaya sekalipun tidak berharta. Andai ia berharta, dengan hartanya itu, ia tak akan menjadi Tsa’laba. Inilah orang yang benar-benar mencapai derajat kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?” Al-An’aam 32

0 comments: